Rabu, 02 Oktober 2013

makalah aswaja


KATA PENGANTAR

Alhamdullilah puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmatnya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ASWAJA yang berjudul “ Sejarah Pertumbuhan ahlussunnah wal jama’ah.”

            Dalam penyelesaian  makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini saya mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini dan tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah UNISNU TAHUNAN JEPARA

           Sebagi bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada saya dapat diterima menjadi amal saleh dan diterima Allah SWT. Semoga maklah ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi teman kampus pada umumnya .









                                                                                                         







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………….............................................................................. 1
DAFTAR ISI …………............................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 3
      A. Latar belakang masalah ........................................................................................ 3
      B. Rumusan masalah ................................................................................................. 4
      BAB II ISI ……………... ......................................................................................... 5
      A. Pengertian Ahlussunah Wajama’ah ...................................................................... 5
      B. Sejarah pertumbuhan Ahlussunah Waljama’ah …………………………….......  6
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 8



















BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang Masalah
Islam masuk ke Indonesia sejak zaman Khulafaur Rasyidin tepatnya pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Penyebaran Islam di Indonesia masuk melalui dua jalur utama yaitu Jalur Selatan yang bermadzhab Syafi’i (Arab, Yaman, India, Pakistan, Bangladesh, Malaka, Indonesia) dan Jalur Utara (Jalur Sutara) yang bermadzhab Hanafi (Turki, persia, Kazakhstan, Uzbekistan, Afganistan, Cina, Malaka, Indonesia). Penyebaran Islam semakin berhasil, khususnya di Pulau Jawa sejak abad ke-13 oleh Wali Sanga. Dari murid – murid Wali Sanga inilah kemudian secara turun – temurun menghasilkan Ulama – ulama besar di wilayah Nusantara seperti Syaikhuna Khoil Bangkalan (Madura), Syaikh Arsyad Al Banjari (Banjar, Kalimantan, Syaikh Yusuf Sulawesi, dan lain – lain.
Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian keislaman –merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya. Jika hal ini mampu kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah); yakni kebebasan berfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif (hurriyah al-irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah).
Selama kurun waktu berdirinya (1926) hingga sekitar tahun 1994, pengertian Aswaja tersebut bertahan di tubuh Nahdlatul Ulama. Baru pada sekitar pertengahan dekade 1990 tersebut, muncul gugatan yang mempertanyakan, tepatkah Aswaja dianut sebagai madzhab, atau lebih tepat dipergunakan dengan cara lain?
B.      Rumusan Masalah
1.      Pengertian Ahlussunah waljama’ah ( aswaja)
2.      Sejarah Pertumbuhan ahlussunah waljama’ah
3.      Kyai Hasyim Asy’ari dan NU



























BAB II
ISI

A.       Pengertian Ahlussunah waljama’ah
1.        pengertian ahlussunah waljama’ah secara bahasa
Ahlun : keluarga, golongan atau pengikut.
Ahlussunnah : orang – orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.)
Wal Jama’ah : Mayoritas ulama dan jama’ah umat Islam pengukut sunnah Rasul.
Dengan demikian secara bahasa /aswaja berarti orang – orang atau mayoritas para ‘Ulama atau umat Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau para ‘Ulama.
2. Secara Istilah
Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi.
Nahdlatul Ulama sebagai Jamiyyah Diniyyah Islamiyyah berakidah Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jamā’ah mengikuti salah satu madzhab empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali [1]
Perubahan-perubahan anggaran dasar di atas bukanlah soal yang penting untuk menilai pokok faham keagamaan NU. Bahkan boleh dikatakan apa yang tertuang dalam anggaran dasar hanyalah aspek formal dari kehidupan keagamaan NU, namun di balik formalitas itu terdapat warna yang sebenarnya dari sifat dan corak gerakan yang menjadi inti pokok kehidupan keagamaan NU.
Jika dilihat dari anggaran dasar NU di atas, tampak jelas bahwa faham Ahlussunah wa al-Jama'ah merupakan sistem nilai yang mendasari semua prilaku dan keputusan yang berlaku di NU. Oleh karena itu, paham ahlussunah waljama’ah (aswaja) tidak hanya dijadikan landasan dalam kehidupan keagamaan NU, namun merupakan landasan moral dalam kehidupan sosial politik. Dalam hal ini, ada empat prinsip yang menjadi landasan dalam kehidupan kemasyarakatan bagi NU  yaitu :
1.       Tawasuth
2.       Tasamuh
3.       Tawazun
4.       Amar ma’ruf nahi munkar [2]
B. sejarah petumbuhan ahlussunah waljama’ah
Nahdlatul ‘Ulama adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia. Dengan demikian antara NU dan Aswaja ( ahlussunah waljama’ah) mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, NU sebagai organisasi / Jam‘iyyah merupakan alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdlatul ‘Ulama.
‘Ulama secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti orang yang pandai, dalam hal ini ilmu agama Islam. Begitu berharganya seorang Ulama, sampai Nabi pernah bersabda yang artinya : “Ulama itu pewaris Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewaiskan dirham atau dinar, melainkan hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup banyak.”.
Di Indonesia, seorang ‘Ulama diidentikkan atau biasa disebut “Kyai” yang berarti orang yang sangat dihormati. Agar tidak gampang memperoleh gelar “Ulama” atau “Kyai”, maka ada 3 kriteria yaitu :
  • Norma pokok yang harus dimiliki oleh seorang ‘Ulama adalah ketaqwaan kepada Allah SWT.
  • Seorang Ulama mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah SAW, meliputi : ucapan, ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mental dan moralnya.
  • Seorang Ulama memiliki tauladan dalam kehidupan sehari – hari seperti : tekun beribadah, tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dan kepentingan umat & mengabdikan hidupnya di jalan Allah SWT.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Melacak akar-akar sejarah munculnya istilah ahlul sunnah waljamaah, secara etimologis bahwa aswaja sudah terkenal sejak Rosulullah SAW. Sebagai konfigurasi sejarah, maka secara umum aswaja mengalami perkembangan dengan tiga tahab secara evolutif. Pertama, tahap embrional pemikiran sunni dalam bidang teologi bersifat eklektik, yakni memilih salah satu pendapat yang dianggap paling benar. Pada tahap ini masih merupakan tahap konsolidasi, tokoh yang menjadi penggerak adalah Hasan Al-Basri (110 H/728 M). Kedua, proses konsolidasi awal mencapai puncaknya setelah Imam Al-Syafi’i (205 H/820 M) berhasil menetapkan hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al- qur’an dalam konstruksi pemikiran hukum Islam. Pada tahap ini, kajian dan diskusi tentang teologi sunni berlangsung secara intensif. Ketiga, merupakan kristalisasi teologi sunni disatu pihak menolak rasionalisme dogma, di lain pihak menerima metode rasional dalam memahami agama.  para Ulama’ NU di Indonesia menganggap aswaja sebagai upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan). Perkembangan selanjutnya oleh Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan aswaja sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berdasarkan atas dasar modernisasi, menjaga keseimbangan dan toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memberikan warna baru terhadap cetak biru (blue print) yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia modern.






DAFTAR PUSTAKA

Ainul, Yaqin, Warga NU, Aktivis Lembaga Kajian Islam Hanif (L-Jihan) Sidogiri.com
Azyumardi, Azra, jaringan ulama. 1994, Bandung ; Mizan.
Badri, Yatim, sejarah peradaban islam, 2001, Jakarta: Raja Grafindo Jaya.
Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, Logos, Jakarta :  1999,
Ali Khaidar, ONahdlatul Ulama dan Islam Indonesia; Pendekatan Fiqih dalam Politik, Jakarta : Gramedia, 1995, 
KH. Husin Muhammad, Memahami Sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Yang toleran dan Anti Ekstrim (ed), dalam Imam Baehaqi (ed) , Kontroversi ASWAJA, LkiS, Yogyakarta, 1999,



Ali Khaidar, ONahdlatul Ulama dan Islam Indonesia; Pendekatan Fiqih dalam Politik, Jakarta : Gramedia, 1995,  hal. 69-70.
Hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo, Semarang, Sumber Barokah, 1986,hal. 102, seperti dikutip oleh M. Masyhur Amin, NU & Ijtihad Politik Kenegaraan, Al amin Press, Yogyakarta : 1996,  hal. 86-88.
Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel ‘Oelama, diterbitkan sebagai suplemen Javasche Coerant 25 Pebruari 1930 dan dimuat kembali sebagai lampiran dalam Anam 1985. Lihat Martin Van Bruinnessen, Op. Cit,  hal. 42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar