KATA PENGANTAR
Alhamdullilah puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmatnya saya dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah ASWAJA yang berjudul “ Sejarah Pertumbuhan
ahlussunnah wal jama’ah.”
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini saya
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini dan tidak lupa pula
saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah UNISNU TAHUNAN JEPARA
Sebagi bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada saya
dapat diterima menjadi amal saleh dan diterima Allah SWT. Semoga maklah ini
bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi teman kampus pada umumnya .
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………..............................................................................
1
DAFTAR
ISI …………............................................................................................
2
BAB
I PENDAHULUAN .........................................................................................
3
A. Latar
belakang masalah ........................................................................................
3
B. Rumusan
masalah .................................................................................................
4
BAB II ISI ……………...
.........................................................................................
5
A. Pengertian
Ahlussunah Wajama’ah ......................................................................
5
B. Sejarah
pertumbuhan Ahlussunah Waljama’ah ……………………………....... 6
BAB III PENUTUP ...................................................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang Masalah
Islam masuk ke Indonesia sejak zaman Khulafaur Rasyidin
tepatnya pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Penyebaran Islam di Indonesia
masuk melalui dua jalur utama yaitu Jalur Selatan yang bermadzhab Syafi’i
(Arab, Yaman, India, Pakistan, Bangladesh, Malaka, Indonesia) dan Jalur Utara
(Jalur Sutara) yang bermadzhab Hanafi (Turki, persia, Kazakhstan, Uzbekistan,
Afganistan, Cina, Malaka, Indonesia). Penyebaran Islam semakin berhasil,
khususnya di Pulau Jawa sejak abad ke-13 oleh Wali Sanga. Dari murid – murid Wali
Sanga inilah kemudian secara turun – temurun menghasilkan Ulama – ulama besar
di wilayah Nusantara seperti Syaikhuna Khoil Bangkalan (Madura), Syaikh Arsyad
Al Banjari (Banjar, Kalimantan, Syaikh Yusuf Sulawesi, dan lain – lain.
Telaah terhadap
Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian keislaman
–merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya
semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang
mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran
teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu
problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Pemaksaan suatu
aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita yakini, sama
halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan pemikiran
keagamaan tertentu. Padahal
aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang senantiasa membutuhkan
interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya. Jika hal ini mampu
kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah); yakni
kebebasan berfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif
(hurriyah al-irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah
al-harokah).
Selama kurun
waktu berdirinya (1926) hingga sekitar tahun 1994, pengertian Aswaja tersebut
bertahan di tubuh Nahdlatul Ulama. Baru pada sekitar pertengahan dekade 1990
tersebut, muncul gugatan yang mempertanyakan, tepatkah Aswaja dianut sebagai
madzhab, atau lebih tepat dipergunakan dengan cara lain?
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Ahlussunah
waljama’ah ( aswaja)
2. Sejarah Pertumbuhan
ahlussunah waljama’ah
3. Kyai Hasyim
Asy’ari dan NU
BAB II
ISI
A. Pengertian
Ahlussunah waljama’ah
1.
pengertian ahlussunah waljama’ah secara bahasa
Ahlun : keluarga, golongan atau
pengikut.
Ahlussunnah : orang – orang yang
mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad
SAW.)
Wal Jama’ah : Mayoritas ulama dan
jama’ah umat Islam pengukut sunnah Rasul.
Dengan demikian secara bahasa /aswaja berarti
orang – orang atau mayoritas para ‘Ulama atau umat Islam yang mengikuti sunnah
Rasul dan para Sahabat atau para ‘Ulama.
2. Secara Istilah
Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid
menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi,
sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki,
Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan
Imam Junaid al Baghdadi.
Nahdlatul Ulama sebagai Jamiyyah
Diniyyah Islamiyyah berakidah Islam menurut faham Ahlussunnah wal JamÄ’ah
mengikuti salah satu madzhab empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali [1]
Perubahan-perubahan anggaran dasar di
atas bukanlah soal yang penting untuk menilai pokok faham keagamaan NU. Bahkan
boleh dikatakan apa yang tertuang dalam anggaran dasar hanyalah aspek formal
dari kehidupan keagamaan NU, namun di balik formalitas itu terdapat warna yang
sebenarnya dari sifat dan corak gerakan yang menjadi inti pokok kehidupan
keagamaan NU.
Jika dilihat dari anggaran dasar NU di
atas, tampak jelas bahwa faham Ahlussunah wa al-Jama'ah merupakan sistem nilai
yang mendasari semua prilaku dan keputusan yang berlaku di NU. Oleh karena itu,
paham ahlussunah waljama’ah (aswaja) tidak hanya dijadikan landasan dalam
kehidupan keagamaan NU, namun merupakan landasan moral dalam kehidupan sosial
politik. Dalam hal ini, ada empat prinsip yang menjadi landasan dalam kehidupan
kemasyarakatan bagi NU yaitu :
1.
Tawasuth
2.
Tasamuh
3.
Tawazun
4.
Amar ma’ruf nahi munkar [2]
B. sejarah petumbuhan ahlussunah
waljama’ah
Nahdlatul ‘Ulama adalah sebuah organisasi yang didirikan
oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah
wal Jama’ah di Indonesia. Dengan demikian antara NU dan Aswaja ( ahlussunah
waljama’ah) mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, NU sebagai
organisasi / Jam‘iyyah merupakan alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja
merupakan aqidah pokok Nahdlatul ‘Ulama.
‘Ulama secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti
orang yang pandai, dalam hal ini ilmu agama Islam. Begitu berharganya seorang
Ulama, sampai Nabi pernah bersabda yang artinya : “Ulama itu pewaris Nabi.
Sesungguhnya para Nabi tidak mewaiskan dirham atau dinar, melainkan hanya
mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian
yang cukup banyak.”.
Di Indonesia, seorang ‘Ulama diidentikkan atau biasa
disebut “Kyai” yang berarti orang yang sangat dihormati. Agar tidak gampang
memperoleh gelar “Ulama” atau “Kyai”, maka ada 3 kriteria yaitu :
- Norma pokok yang harus dimiliki oleh seorang ‘Ulama adalah ketaqwaan kepada Allah SWT.
- Seorang Ulama mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah SAW, meliputi : ucapan, ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mental dan moralnya.
- Seorang Ulama memiliki tauladan dalam kehidupan sehari – hari seperti : tekun beribadah, tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dan kepentingan umat & mengabdikan hidupnya di jalan Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Melacak
akar-akar sejarah munculnya istilah ahlul sunnah waljamaah, secara etimologis
bahwa aswaja sudah terkenal sejak Rosulullah SAW. Sebagai konfigurasi sejarah,
maka secara umum aswaja mengalami perkembangan dengan tiga tahab secara
evolutif. Pertama, tahap embrional pemikiran sunni dalam bidang teologi
bersifat eklektik, yakni memilih salah satu pendapat yang dianggap paling
benar. Pada tahap ini masih merupakan tahap konsolidasi, tokoh yang menjadi
penggerak adalah Hasan Al-Basri (110 H/728 M). Kedua, proses konsolidasi awal
mencapai puncaknya setelah Imam Al-Syafi’i (205 H/820 M) berhasil menetapkan
hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al- qur’an dalam konstruksi pemikiran
hukum Islam. Pada tahap ini, kajian dan diskusi tentang teologi sunni berlangsung
secara intensif. Ketiga, merupakan kristalisasi teologi sunni disatu pihak
menolak rasionalisme dogma, di lain pihak menerima metode rasional dalam
memahami agama. para Ulama’ NU di Indonesia menganggap aswaja sebagai
upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat),
tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan).
Perkembangan selanjutnya oleh Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan aswaja
sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek
kehidupan yang berdasarkan atas dasar modernisasi, menjaga keseimbangan dan
toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memberikan warna baru
terhadap cetak biru (blue print) yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan
dunia modern.
DAFTAR PUSTAKA
Ainul, Yaqin, Warga NU, Aktivis Lembaga
Kajian Islam Hanif (L-Jihan) Sidogiri.com
Azyumardi,
Azra, jaringan ulama. 1994, Bandung ; Mizan.
Badri, Yatim, sejarah peradaban
islam, 2001, Jakarta: Raja Grafindo Jaya.
Hasyim
Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, Logos,
Jakarta : 1999,
Ali
Khaidar, ONahdlatul Ulama dan Islam Indonesia; Pendekatan Fiqih dalam
Politik, Jakarta : Gramedia, 1995,
KH. Husin Muhammad, Memahami Sejarah Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah Yang toleran dan Anti Ekstrim (ed), dalam Imam Baehaqi (ed) , Kontroversi
ASWAJA, LkiS, Yogyakarta, 1999,
Ali
Khaidar, ONahdlatul Ulama dan Islam Indonesia; Pendekatan Fiqih dalam Politik,
Jakarta : Gramedia, 1995, hal. 69-70.
Hasil
Muktamar NU ke-27 di Situbondo, Semarang, Sumber Barokah, 1986,hal. 102,
seperti dikutip oleh M. Masyhur Amin, NU & Ijtihad Politik Kenegaraan, Al
amin Press, Yogyakarta : 1996, hal. 86-88.
Statuten
Perkoempoelan Nahdlatoel ‘Oelama, diterbitkan sebagai suplemen Javasche Coerant
25 Pebruari 1930 dan dimuat kembali sebagai lampiran dalam Anam 1985. Lihat
Martin Van Bruinnessen, Op. Cit, hal. 42.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar